widgets

Selasa, 21 Mei 2013

Berbeda

Berbeda. Itu kata yang pantas untuk menunjukkan siapa kamu saat ini. Kamu berubah menjadi seseorang yang tidak aku kenali. Kamu berubah seakan menjadi makhluk asing entah apa namanya, kamu benar-benar berbeda. Tak ada lagi sapaan di pagi hari, tak ada lagi kalimat yang selalu menyemangatiku, tak ada lagi ucapan selamat malam. Kemana kamu yang dulu?
Aku terlalu menganggapmu lebih sehingga aku takut akan kehilanganmu, kehilangan senyuman yang seakan mencairkan suasana hatiku, kehilangan tangan yang mencubitku dengan gemas, kehilangan mata yang menatap saat saling berbicara, kehilangan kamu seutuhnya. Kapan terakhir kali kita bertemu dengan segelas kopi dan segelas teh, serta alunan lagu yang menjadi lagu favorit kita berdua, dan saling membalas cubitan gemas? Aku rindu saat-saat itu. Ketika kamu mulai menjauh, menjaga jarak, menghubungiku sesekali. Ketika kamu tidak mencemaskan keadaanku, tidak mempedulikan kesehatanku, tidak menyemangatiku. Ketika semuanya sudah berubah sejak kamu mengetahui perasaanku. Apa yang salah sebenarnya?
Kalau boleh aku mengeluh, aku ingin mengeluh tentang perasaanku. Seharusnya aku sadar bahwa ini hal yang salah, ketika persahabatan berubah menjadi cinta, ini salah besar dan aku mengeluh tentang perasaan ini. Kenapa harus serumit ini, kenapa harus sesakit ini ketika kamu hanya menginginkan kita tidak lebih dari sekedar sahabat, ketika aku terlalu egois ingin memilikimu lebih dari sekedar sahabat. Apa ini yang disebut dengan cinta bertepuk sebelah tangan? Apa sesakit ini rasanya jika mencintai sahabat sendiri?
Aku sadar kita berbeda, tentu saja kamu laki-laki dan aku perempuan, selebihnya lagi kita berbeda soal perasaan. Aku benci perbedaan ini, kenapa kamu harus menghindar? Padahal kamu tahu bagaimana rasa sakitnya diabaikan, padahal kamu tahu bagaimana aku sebenarnya tidak menginginkan ini semua terjadi, padahal kamu tahu bagaimana aku…
Aku datang sendirian ke kafe pertama kali kita bertemu, aku duduk sendirian di meja yang dulu tempat kita duduk berdampingan, aku mendengar lagu itu lagi, aku menangis…
Aku merindukan kamu yang dulu, ketika kita lebih sering tertawa bersama, ketika masih adanya perhatian dan kalimat yang menyemangati hari-hariku, ketika kamu meminjamkan pundak untuk tempatku bersandar. Tapi kini bahkan aku menangis sendirian, aku mengeluh sendirian, aku menyesali semua ini sendirian. Ya, sendirian.
Tidak ada lagi senyumanmu, pundakmu, cubitanmu, segelas teh minuman kesukaanmu, dan lagu favorit kita berdua. Semua hanya kenangan…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar